Dari Ayunan Sampai Liang Lahat IMAM AHMAD, Pemuda Ilmu Negeri Baghdad

Sampul Buku Dari Ayunan Sampai Liang Lahat IMAM AHMAD, Pemuda Ilmu dari Negeri Baghdad Abu Nasim Mukhtar Iben Rifai la Firlaz Toobagus Publishing

Sampul Buku Dari Ayunan Sampai Liang Lahat IMAM AHMAD, Pemuda Ilmu dari Negeri Baghdad Abu Nasim Mukhtar Iben Rifai la Firlaz Toobagus PublishingJudul Buku: Dari Ayunan Sampai Liang Lahat IMAM AHMAD, Pemuda Ilmu dari Negeri Baghdad
Atas kemurahan Ar-Rahman, catatan dari tangan seorang hamba
Penyusun: Ustadz Abu Nasim Muhtar ‘Iben’ Rifai La Firlaz
Penerbit: Toobagus Publishing
Ukuran: buku sedang 13,5 cm x 20 cm, tebal: 194 halaman, berat: 225 gr
Fisik: sampul: uv, soft cover, srink, isi: hvs 70 gsm
Harga: Rp 60.000, , Disc (SKB)

Alhamdulillah, telah terbit buku-buku karya Ustadz Abu Nasim Mukhtar di Penerbit Toobagus Publishing, yaitu: Pemuda di Warna-Warni Thalabul Ilmi, Duri Kelabu, dan Dari Ayunan Sampai Liang Lahat Imam Ahmad Pemuda Ilmu dari Negeri Baghdad. Buku ketiga ini berusaha mendedah pelajaran berharga dari seorang ahli hadits yang menghafal satu juta hadits, Imam Ahmad. Dikenal sebagai seseorang yang berprinsip “Selalu dengan mahbarah (tinta) sampai pun nanti ke maqbarah (liang lahat)”. Tidak heran, jika orang-orang yang datang setelahnya menjadikan beliau sebagai teladan dalam menuntut ilmu agama, sampai sekarang ini.
Tentu saja, menuntut ilmu agama bukan satu pekerjaan gampang. Ada peluh yang mesti keluar. Ada tekad yang mesti membaja. Ada rindu yang mesti disimpan dalam-dalam. Tanpa itu semua, menuntut ilmu hanya jadi semacam bull shit. Menuntut ilmu agama juga tidak sama dengan mengecap bangku kuliah. Dalam menuntut ilmu agama, ada niat, usaha, dan doa yang terus-menerus. Menuntut ilmu agama tidak dibatasi oleh sks, meskipun jelas membutuhkan biaya juga.
Hanya saja, pertanyaan yang selalu menghampiri, tetap sama. Di zaman ini, siapa kiranya yang mau menuntut ilmu agama? Kami? Anda? Kita semua? Atau jangan-jangan cuma mereka yang ada di pondok-pondok pesantren salafi? Pastilah, kita tahu jawaban pertanyaan itu. Buku ini, meskipun berbicara tentang Imam Ahmad sebenarnya ingin menyentil kita yang terlena dengan dunia.
Pada akhirnya, buku Dari Ayunan Sampai Liang Lahat IMAM AHMAD, Pemuda Ilmu dari Negeri Baghdad ini kami persembahkan untuk khalayak pembaca sebagai bentuk nasehat berharga, sentilan bijak, dari salah seorang guru yang telah merelakan waktunya untuk menulis buku ini. Moga-moga, lewat penerbitan buku ini, kesalahan-kesalahan kami yang banyak dalam usaha penerbitan buku dapat ditebus.
Selanjutnya, kami persilahkan kepada kepada pembaca untuk menelaah lembar demi lembar buku ketiga trilogi karya Ustadz Abu Nasim Iben ini. Manfaat yang kita peroleh dari buku ini mudah-mudahan dapat menambah tabungan kebaikan kita semua, wa bil khushush penulis buku ini.

One thought on “Dari Ayunan Sampai Liang Lahat IMAM AHMAD, Pemuda Ilmu Negeri Baghdad

  1. Tolong dimuat, berbagi kisah hikmah
    KISAH BAQI BIN MIKHLAD DENGAN IMAM AHMAD BIN HANBAL

    Imam Baqi bin Mikhlad dari negeri yang sangat jauh yaitu Andalusia, sekarang bernama Spanyol. Dengarkan kisah suka dan dukanya dalam mengambil ilmu hadits dari Imam Ahmad di Baghdad (Irak).
    Beliau bercerita…
    Saya berangkat dengan berjalan kaki dari Andalusia menuju ke Baghdad untuk bertemu dengan Imam Ahmad demi mengambil hadits dari beliau. Ketika saya mendekati Baghdad saya mendapati informasi tentang ujian yang menimpa Imam Ahmad sayapun menyadari bahwa beliau dilarang untuk mengajar dan mengumpulkan manusia untuk mengajar mereka. Hal ini membuat saya sedih berkepanjangan karena saya datang dari negeri yang sangat jauh dengan berjalan kaki tapi Imam Ahmad dilarang untuk mengajar.
    Sesampainya di Baghdad saya menaruh barang-barang di sebuah
    kamar dan segera mencari tahu keberadaan Imam Ahmad, hingga akhirnya saya mendapatkan kabar tentang keberadaannya. Segera saya ke rumahnya kemudian mengetuk pintu rumah Imam Ahmad dan beliau sendiri yang membukakan pintu dan saya berkata, “Wahai Abu Abdillah, saya seorang yang jauh rumahnya, seorang pencari hadits dan penulis sunnah, saya tidak datang ke sini kecuali untuk itu.” Beliau bertanya, “Dari mana anda ?” Saya menjawab, “Dari Al Maghrib Al Aqsha.” Beliau bertanya, “Dari Afrika?” Saya menjawab, “Lebih jauh dari itu, saya melewati laut dari negeri saya untuk menuju ke Afrika.” Beliau berkata “Negara asalmu sangat jauh, tidak ada yang lebih saya senangi melebihi dari pemenuhanku atas keinginanmu dan saya akan ajari apa yang kamu inginkan tetapi saat ini saya sedang difitnah dan dilarang untuk mengajar”. Saya pun berkata kepadanya, “Saya telah mengetahui hal itu wahai Imam. Abu Abdillah! Saya tidak dikenal orang di daerah sini dan asing di tempat ini. Jika anda mengizinkan saya akan mendatangi anda setiap hari dengan memakai pakaian seorang pengemis kemudian berdiri di depan pintu anda dan meminta sedekah dan bantuan. Lalu masukkanlah saya lewat pintu ini lalu ajarkan kepadaku walaupun hanya satu hadits dalam sehari”. Beliau menjawab, “Saya bisa tetapi dengan syarat anda jangan datang ke tempat-tempat kajian dan ulama hadits lain agar mereka tidak mengenalmu sebagai seorang penuntut ilmu”. Saya menjawab, “Saya terima persyaratan itu”.
    Setiap hari saya mengambil tongkat dan saya pun balut kepala saya dengan sobekan kain dan memasukkan kertas serta alat tulis saya didalam kantong baju saya kemudian mulailah saya mendatangi rumah Imam Ahmad dan berdiri di depan rumah beliau dan berkata, “Bersedekahlah kepada seorang yang miskin agar mendapatkan pahala dari Allah.” Imam Ahmad pun keluar untuk menemui saya dan memasukkan saya lewat pintunya kemudian mengajariku dua, tiga hadits, atau bahkan lebih dari itu hingga saya berhasil mengumpulkan hadits dari beliau sebanyak 300 hadits.
    Setelah Allah mengangkat kesulitan yang ada pada beliau dengan Khalifah Al-Makmun yang mengajak kepada perbuatan bid’ah telah meninggal dunia dan digantikan oleh Al-Mutawakkil (seorang yang membela sunnah) maka Imam Ahmad menjadi terkenal dan kedudukan beliau menjadi tinggi. Pada saat itu setiap saya mendatangi Imam Ahmad di majelis beliau yang besar dan murid-murid yang begitu banyak, beliau melapangkan tempat khusus untukku dan memerintahkan kepada saya untuk mendekat dengan beliau dan dia berkata kepada murid-muridnya, “Inilah orang yang berhak dinamakan penuntut ilmu.”
    (Siyar Al A’lami An Nubala dengan pengubahan)

Comments are closed.